Filsafat perbandingan



Image by: Gusti


Sebuah Filsafat Perbandingan
 
     Lingkungan mempengaruhi rasionalitas seseorang dan hal itu cenderung mendominasi perilaku, pola pikir, dan pandangan seseorang terhadap sesuatunya. Biasanya seseorang lahir dan dibesarkan oleh perkembangan budaya. Pandangan dunianya dipengaruhi oleh budaya. Jika ia mengetahui suatu pengetahuan (filsafat) dan pengetahuan itu menjadi hal yang pertama baginya, maka ketika ia berjumpa dengan pengetahuan lain yang didapatnya kemudian, ia akan dengan sendirinya akan membandingkan pengetahuan (filsafat) orang lain yang baru dijumpainya dengan pengetahuannya sendiri yang ia dapatkan lebih awal (budaya). Jika pengetahuan (filsafat) sebelumnya ia terima sebagai suatu kebenaran atau dengan kata lain ia dogma kan pengetahuan itu, maka menjadi niscaya baginya untuk menilai pengetahuan yang lain itu menurut dengan apa yang diketahuinya dan dengan demikian pengetahuan (filsafat)nya sendiri ia jadikan patokan untuk menilai.
     
     Bahkan yang tak jarang terjadi, kendatipun seseorang telah banyak mengenal pengetahuan (filsafat) dari orang lain, ia tetap mendogmakan pengetahuannya sebagai tolak ukur untuk menilai kebenaran. Kenapa hal itu terjadi? Tentunya banyak alasan, pertama apa yang menjadi pengetahuannya pertama kali tidak bisa nilai oleh dirinya sendiri. Hal itu dikarenakan tidak ada alat/pengetahuan untuk menvaliditasinya. Semisal anak kecil yang dibuat ketakutan oleh kakaknya agar tidak keluar rumah dengan membohonginya ada hantu penculik anak kecil. Si adik akan menurut dan tidak akan keluar rumah tanpa sedikit pun meragukan perkataan kakaknya.
   
      Kedua, kebiasaan. Jika hal itu menjadi sesuatu yang terbiasa dengan apa yang telah dipercayainya maka ia akan sulit untuk meninggalkannya, karena kebiasaan membuat kita nyaman. Jika si adik menjadi terbiasa ditakuti oleh kakaknya dengan cerita hantu penculik anak kecil dan si adik terbiasa untuk tidak keluar rumah, maka ia akan merasa nyaman akan hal itu. Akibatnya perkataan orang lain yg tidak sesuai dengan cerita kakaknya akan ia salahkan. Contoh lain bisa kita temukan di cerita tarzan.

      Perlu diketahui bahwa pola pikir yang seperti ini tidak hanya terjadi pada pemula, yaitu mereka yang untuk pertama kalinya berkenalan dengan pengetahuannya orang lain. Namun juga mereka orang-orang dogmatis yang ekstream.

    Sesuai dengan apa yang dikatakan Kalif Muslim Omar dari Aleksandria " Jika filsafat-filsafat orang lain mengatakan sesuai dengan apa yang dikatakan oleh filsafat saya, maka filsafat-filsafat mereka tidak perlu. Jika filsafat-filsafat orang lain mengatakan hal yang tidak sama atau sesuai dengan apa yang filsafat saya katakan, maka filsafat-filsafat mereka adalah tidak benar".
    Selayaknya kita yang menjadi Agent religion of peace (bahasa penulis) menghindari Savage justification (pengeklaiman/pembenaran liar) seperti yang telah dijelaskan diatas. Bagaiamana caranya? pakai cara kita masing-masing. bukan begitu?


(Hasil pemahaman dari membaca buku "filsafat Perbandingan bab II" karya "Archie J. Bahm")

Comments