Islam dan Konghucu dalam kacamata Teologi


Image by: Gusti 


Islam dan Konghucu

Tuhan merupakan sesuatu yang vital dalam agama, berbeda tuhan jelas berbeda agama. Sehingga orang tak bertuhan (ateis) disebut juga orang yang tak beragama. Mengapa tuhan menjadi hal yang vital dalam kehidupan manusia, tentunya dalam beragama? Karna kepercayaan terhadap tuhan berpengaruh bagi ajaran-ajaran dalam agama khususnya dibidang spiritual dan etika. Benarkah ?
Semisal agama islam dengan Khonghucu, kita mencoba kaji ulang kembali istilah-istilah tuhan di kedua agama tersebut. Islam menyebut tuhannya yang esa dengan sebutan “Allah” dan agama konghucu menyebut tuhannya yang esa dengan sebutan “Tian”. Kedua agama tersebut sama meyakini tuhan itu esa. Lalu mengapa mereka menyebutnya dengan sebutan berbeda?
Kata allah berasal dari kata Al dan ilah. Sebutan allah telah dipakai jauh\sebelum islam datang oleh orang-orang pagan mesir kuno untuk menyebut tuhan tertinggi mereka (Islamic Invasion, Robert A. Morey). Sedangkan agama Khonghucu menyebut tuhannya dengan sebutan Tian. Kata “Tian” berarti “tuhan yang maha esa”. Dalam Yijing dijelaskan bahwa Tuhan itu Maha Sempurna dan Maha Pencipta (Yuan), Maha Menjalin, Maha Luhur (Heng), Maha Pemurah, Maha Pemberi Rahmat dan Maha Adil (Li), dan Maha Abadi Hukumnya (Zhen). Sedangkan di Islam menyebutnya “Al-kholik” (Maha Pencipta), “Al-adlu”  (Maha Adil), “Bakha” (maha kekal/abadi).
Menurut pribadi saya, sebutan yang berbeda untuk tuhan dari kedua agama tersebut hanya masalah perbedaan bahasa saja. Sebutan Allah dipakai oleh islam karena agama tersebut lahir di negri arab yang secara otomatis menyesuaikan dengan bahasa masyarakat sekitar yakni bahasa arab. Sedangkan agama Khonghucu lahir di negara cina yang di mana masyarakatnya memakai bahasa mandarain. Mengapa kedua agama tersebut atau pun agama-agama lainnya tidak memakai sebutan yang sama untuk menyebut tuhan mereka yang esa?
 Cukup jelas bahwa agama menyesuaikan kondisi dan situasi masyarakat saat itu. Tak mungkin agama Khonghucu yang lahir di negri Cina dalam menyebarkan ajarannya menggunakan bahasa arab, dan begitu pun sebaliknya. Karena agama tak lepas dari situasi dan kondisi masyarakat sekitar saat itu, baik dari segi bahasa dan budaya. (Islam dan kebudayaan jawa, Prof. Sri Suhanjati).
Ajaran Islam dan Konghucu
Dalam teologi agama Khonghucu, manusia merupakan puncak kreasi Tian. Tidak ada makhluk di permukaan bumi dan di alam semesta ini yang lebih terhormat dan bermartabat selain manusia.  “Manusia adalah makhluk yang paling mulia di muka bumi”. Dalam sabda lain, “Semua manusia dikaruniai watak sejati yang mengandung benih benih: cinta-kasih, kebenaran, kesusilaan dan kebijaksanaan” (Meng Zi VII:21:3:4).
Sama halnya dengan ajaran Islam yang juga menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia. Dimuliakan oleh Allah sekalipun dibandingkan dengan malaikat. Sehingga Allah menjadikannya sebagai khalifah di bumi (Inni ja’ilun fil ardhi khalifah). Manusia dilahirkan di muka bumi ini oleh Allah dalam keadaan suci (Fitrah) dan didalamnya memiliki sifat-sifat sisi ketuhanan, hanya saja setiap sikap, perilaku dan tindakan manusia dipengaruhi oleh keinginan (hawa nafsu) serta situasi kondisi hidupnya.
Khonghucu dalam teologinya mementingkan nilai-nilai persaudaraan dalam takdir perbedaan keragaman (pluralitas) suku bangsa, bahasa, budaya dan agama. Persaudaraan atas dasar sama-sama manusia yang agung dan terhormat. Manusia di belahan dan petak bumi manapun adalah manusia. Keunggulan manusia terletak pada bakti atau amal yang baik kepada sesama manusia. Persaudaraan adalah hal yang utama untuk kedamaian dan perdamaian dunia. Nabi Khonghucu yang disebut Guru pertama berujar, “Di empat penjuru lautan semua manusia bersaudara”.
Di Islam pun begitu, mengajarkan rasa solidaritas dan persaudaraan kepada sesama manusia, kendatipun mereka berbeda agama, suku bangsa, bahasa serta budaya. “Hai manusia, sesungguhnya aku ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyayang” (Qs. Al-Hujarat 49:14).
Nabi Khonghucu tidak pernah mengklaim dirinya sebagai satu-satunya pembawa kebenaran. Beliau pernah berkata, “Saya tidak berani dianggap sebagai orang arif bijaksana dan pengasih manusia, lebih baik aku dianggap sedang berjuang tanpa kenal lelah untuk menjadi seorang yang arif bijaksana dan pengasih manusia (Agama-Agama Manusia, Huston Smith). Begitu pun dengan Nabi Muhammad SAW, beliau mengatakan bahwa ada nabi-nabi lain sebelum dirinya yang juga menyampaikan pesan dan ajaran Allah Swt.
Banyak titik persamaan dari ajaran-ajaran lainnya dari kedua agama tersebut seperti yang telah dijelaskan diatas. Namun bagaimana kita meyikapi hal tersebut? Apakah kita harus beranggapan seperti orang-orang pluralis yang menyatakan bahwa semua agama adalah sama?
Setelah kita membahas persamaan teologi agama Islam dan Khonghucu, kita tidak bisa melupakan perbedaan dari kedua agama tersebut dengan mengatakan bahwa semua agama itu sama. Ketika seseorang mengklaim bahwa semua agama sama, maka mereka telah menodai dan menistakan keunikan, keberagaman, corak serta keistimewaan dari masing-masing agama (Nirkekerasa dan bina damai dalam Islam, Dr. Sulaiman M.Ag). Sehingga mereka yang telah mengatakan seperti itu, sama halnya mereka telah mengabaikan dan tidak mengimani ciptaan tuhan yang telah diciptakan secara beragam dan berbeda-beda. Bukan begitu?

Sekian..

Comments