Pembangunan Opini dan Gerakan Massa

Image by: Gusti

Pembangunan Opini dan Gerakan Massa

  Adanya sebuah aksi tentunya memiliki sebab-musabab yang di dalamnya mengandung ketidakseimbangan yang perlu diseimbangkan. Bagaimana untuk mencapai sebuah aksi?. Perlu kita pelajari dari yang paling dasar. Pertama, paradigma, paradigma inilah yang nantinya akan membentuk pola pikir kita. Kedua, teori kritik perubahan sosial, ketiga, pendekatan teoritis bagi gerakan sosial, keempat, teori hegemoni Gramsci, kelima, Menejemen isu, pengorganisiran, dan gerakan massa. 

Apa itu Paradigma?

    Paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kuhn, seorang ahli fisika teoretik, dalam bukunya “The Structure of Scientific Revolution” yang telah dipopulerkan oleh beberapa tokoh terkemuka. Sementara Kuhn sendiri, seperti ditulis Ritzer (1980) tidak mendefinisikan secara jelas pengertian paradigma. Bahkan menggunakan kata paradigma dalam 21 konteks yang berbeda. namun, dari 21 pengertian tersebut oleh Masterman diklasifikasikan dalam tiga pengertian paradigam.

  1. Paradigma metafisik yang mengacu pada sesuatu yang menjadi pusat kajian ilmuwan. 

  2. Paradigma Sosiologi yang mengacu pada suatu kebiasaan sosial masyarakat atau penemuan teori yang diterima secara umum. 

  3. Paradigma Konstruk sebagai sesuatu yang mendasari bangunan konsep dalam lingkup tertentu, misalnya paradigma pembangunan, paradigma pergerakan dan lain-lain.

    Masterman sendiri merumuskan paradigma sebagai “pandangan mendasar dari suatu ilmu yang menjadi pokok persoalan yang dipelajari” (a fundamental image a dicipline has of its subject matter). Sedangkan George Ritzer mengartikan paradigma sebagai apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan apa yang mesti dipelajari, bagaimana seharusnya menjawabnya, serta seperangkat seperangkat aturan tafsir sosial dalam menjawab persoalan-persoalan tersebut. Maka jika dirumuskan secara sederhana sesungguhnya adalah “how to see the world” semacam kaca untuk melihat, memaknai, menafsirkan masyarakat atau realitas sosial. Tafsir sosial ini kemudian menurunkan renspons sosial yang memandu arahan pergerakan. 

Teori Kritik Perubahan Sosial

    Teori kritis dalam lingkup teori perubahan sosial atau transformasi sosial memiliki pandangan secara epistemologis untuk membenahi pandangan yang berlaku umum. Teori sosial, menurut teori kritik bukan sekedar berurusan dengan benar atau salah, tetapi memberikan penyadaran kritis kepada masyarakat bagaimana telah membentuk realita. Cita-cita akan keadilan sosial mustahil dicapai tanpa melibatkan masyarakat dalam aksi. Atas dasar itu teori sosial memiliki dimensi aksi dan politik. Prinsip ini meletakkan  masyarakat sebagai subjek perubahan. Hal ini dilakukan melalui metodologi partisipatori, yaitu dengan mengikuti proses dan praktik perubahan sosial serta pemberdayaan masyarakat. 

    Menurut madzhab Frankfurt, perlu diadakannya riset partisipasi yang mencakup penelitian sosial, pendidikan, dan aksi politik. Model riset partisipatori ini, rakyat mengontrol riset bukan sebagai objek, serta membangun pengetahuan karena mereka sebagai subjek. Dengan kata lain, kaum tertindas diletakkan sebagai pencipta pengetahuan dalam proses perubahan sosial dan trasformasi mereka. Kaum positif yang objektif (ilmiah) memperlakukan rakyat sebagai “sesuatu”, sedang dalam riset partisipatori bukan hanya memahami, tapi juga mengubah.

    Tugas teori kritik adalah membawa praktik pembebasan. Tugas ini ditempuh dengan berbagai jalan. Pertama, teori sosial harus mampu menjelaskan tentang bagaimana keadaan dan sistem sosial yang ada telah menciptakan suatu bentuk pemahaman dan kesadaran ‘palsu’ yang harus diterima masyarakat demi melanggengkan sistem yang telah ada. Kedua, teori sosial juga haruus memfasilitasi timbulnya visi alternatif tentang relasi sosial yang bebas dari segala bentuk penindasan, eksploitas, dan ketidakadilan. Hal ini juga berarti teori sosial juga berdimensi praksis yakni kaitan antara teori dan praktik pembebasan.  

Pendekatan Teoritis bagi Gerakan Sosial

    Secara global studi mengenai gerakan sosial dapat digolongkan ke dalam salah satu dari dua pendekatan yang berbeda. pendekatan pertama terdiri atas pelbagai teori yang cenderung melihat gerakan sosial sebagai masalah, atau sebagai gejala penyakit masalah kemasyarakatan. Herbele (1951), dalam bukunya Social Movements: An Introduction to Political Sociollogy, mengonsepkan bahwa gerakan sosial pada dasarnya adalah bentuk perilaku politik nonkelembagaan yang secara potensial berbahaya karena mengancam stabilitas.

    Berbagai teori mengenai gerakan sosial dipengaruhi oleh teori sosiologi dominan yaitu  fungsionalisme. Fungsionalisme seringkali juga disebut sebagai “fungsionalisme struktural”, Fungsionalisme melihat masyarakat dan pranata sosial sebagai sistem di mana seluruh bagiannya saling bergantung satu sama lain dan bekerja bersama guna menciptakan keseimbangan. Dengan demikian keseimbangan merupakan unsur kunci dalam fungsionalisme. Dengan alasan ini fungsionalisme melihat konflik sebagai sesuatu yang harus dihindari.

    Talcott Parsons, yang dikenal sebagai bapak fungsionalisme, dalam berbagai karya awalnya tentang perubahan sosial dengan jelas menekankan perlunya keseimbangan. Sesungguhnya gagasan Parsons adalah tentang perubahan yang bersifat perlahan-lahan dan teratur yang senantiasa menyeimbangkan kembali, dan hal ini menghasilkan suatu keadaan semacam keseimbangan yang bergerak. Pada umumnya Parsons mengartikan perubahan sosial dengan “penyimpangan” dan “ketegangan”, yang harus dikendalikan demi alasan keseimbangan.

Menilik Konsep Hegemoni Gramsci

    “Mengapa dan bagaimana negara modern bisa mendapatkan konsensus atas kekuasaannya terhadap masyarakat”. Salah satu pandangan Gramsci yang cukup dominan adalah pandangannya tentang hegemoni yang merupakan ide sentral, orisinil, dalam teori sosial dan filsafatnya. Pandangan Gramsci tantang hegemoni berangkat dari pandangannya bahwa suatu kelas dan anggotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas-kelas dibawahnya dengan cara kekerasan dan persuasi. 

    Konsep ‘hegemoni’ tidak hanya berkaitan dengan dominasi politik, berupa ‘kekuatan’, tetapi juga dengan dominasi lewat budaya, termasuk dominasi bahasa. Di dalam sebuah sistem kekuasaan tidak hanya diperlukan ‘kekuatan’ (senjata, militer), tetapi diperlukan juga ‘penerimaan publik’ (publict consect) yang diperoleh lewat mekanisme kepemimpinan kultural. 

    Hegemoni juga merujuk pada kedudukan ideologis satu atau lebih kelompok atau kelas dalam masyarakat sipil yang lebih tinggi dari yang lainnya. Seberti contoh, kapitalisme bertahan karena kaum buruh menerima keadaan umum ini, dominasi budaya borjuis membuat penggunaan kekuatan politik tak perlu untuk mempertahankan kekuasaan. Sehingga massa harus dibebaskan dari keterpesonaan pada hegemoni budaya kelas kapitalis sebelum perlawanan yang berhasil terhadap negara bisa terjadi. 

    Hegemoni merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindari oleh politik internasional, konflik internasional selalu melahirkan kekuatan besar yang akan menjadi “hegemonic power”. Hanya saja hegemoni seperti apa yang lebih sedikit merugikan atau bahkan menguntungkan. 

Pendidikan, Pengorganisiran, dan Gerakan Massa

    Ada baiknya kita kembali meninjau pandangan Gramsci yang dipakai sebagai landasan dalam melihat kependidikan organisasi dan gerakan sosial. Pandangan Graamsci ini berkaitan dengan  “intelektual organik” yang berhubungan dengan konsepnya tentang hegemoni. Gramsci mendefinisikan intelektual organik sebagai intelektual yang secara organis berakar di dalam rakyat dan bagian dari rakyat yang mengakuinya sebagai aktivis gerakan sosial. Pernyataan asli Gramsci adalah”semua orang adalah intelektual, maka seseorang dapat mengatakannya demikian; tetapi tidak semua orang memiliki fungsi intelektual dalam masyarakat”

    Pendidikan adalah peran krusial intelektual organik dalam memunculkan kesadaran kelas dan kesadaran kritis. Bukan hal mudah untuk memunculkan kesadaran kritis dalam masyarakat yang  telah memiliki pandangan dan kepercayaan yang kuat. Dengan demikian perlunya menemukan strategi adalah hal yang krusial. Gramsci berpendapat bahwa perjuangan kelas harus dilakukan dengan dua strategi utama: pertama “perang manuver” (war of maneuver), yakni perubahan jangka pendekuntuk mengubah kondisi dalam rangka memenuhi kebutuhan praktis; kedua, “perang posisi” (war of position) yang ditandai olehnya sebagai perjuangan kultural dan ideologis jangka panjang.

    Jadi, menurut Gramsci peran pendidikan, organisasi gerakan sosial, pendidik, atau pemimpin, mencakup pencapaian tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang, yang pertama bersifat praktis dan yang kedua bersifat ideologis dan kultural, tetapi keduanya penting untuk menghasilkan transformasi sosial.

    Warga-warga masyarakat mengorganisir diri karena beberapa alasan yang mungkin berbeda-beda. Adakalanya diperlukan pendekatan agar alasan yang beragam itu bisa dijadikan satu landasan untuk menghimpun diri bersama-sama. Mengapa sebagian warga menolak untuk mengorganisir diri? Tidak semua warga yang mempunyai masalah lantas mengorganisir diri. Beberapa warga akan tetap berkutat mencoba menyelesaikan sendirian, meskipun sudah berkali-kali gagal atau kurang berhasil. Ada banyak alasan mengapa warga menolak berhimpun dengan warga lain: ada sebagian warga pengorganisiran merupakan hal baru, merasa cemas karena akan dimintai sesuatu atau melakukan sesuatu yang mereka yakini belum pasti , takut dimintai pertanggungjawaban atau menyatakan pendapatnya di depan umum.

 Dimana-kerja-kerja pengorganisasian dilakukan? Tempat terbaik untuk memulai suatu pengorganisasian adalah dengan warga-warga yang ada di sekitar anda, tentang masalah yang memang oleh warga diprihatinkan bersama, tentang sesuatu yang oleh warga masyarakat menginginkan terjadi perubahan atasnya. Mulailah dengan bekerja dan hidup bersama warga. Pengorganisasian tidak perlu merupakan sesuatu yang serba besar pada awalnya, jika ingin berhasil. Pengorganisasian bisa dimulai dari kelompok yang kecil. Dewasa ini, sering kita jumpai pengorganisasian dalam bentuk kumpulan Solidaritas bersama, Jaringan,dll. yang dalam hal ini tentunya sangat membantu tercapainya tujuan aksi massa.

    Menyadari sebuah kepentingan lebih dari menyadari suatu keinginan. Kesadaran tersebut berarti mengetahui bagaimana kita dapat memantapkan diri untuk mencoba mewujudkannya.


Kesimpulan

    Bagaimana gerakan massa tercapai?. Dimulai dari social analysis, melihat isu atau masalah yang terjadi, bisa juga dengan membuat isu-isu strategis. Kemudian manajemen isu yang berkaitan dengan pengelolaan informasi dan opini, tahapan ini bisa dilangsungkan dengan mengadakan diskusi dengan bertemakan isu-isu strategis yang dipilih. Jika isu yang dipilih berada di masyarakat, jalan setelahnya adalah melaksanakan grass root understanding yakni pemahaman dari yang terkecil atau terdampak yaitu pada masyarakatnya. Maka, dalam hal ini komunikasi massa sangatlah penting untuk menyampaikan isu sebagai strategi kampanye yang nantinya dipergunakan untuk membangun opini pada masyarakat.

    Sebelum tercapainya sebuah aksi, sangat penting dilakukannya penyatuan opini. Dengan harapan masyarakat terdampak memiliki kesadaran bersama terhadap adanya ketidakadilan, penindasan, dan eksploitasi. Ketika kesadaran bersama telah ada, tentunya menjadi sebuah jalan lapang untuk tercapainya sebuah aksi massa. 






Daftar Pustaka

Fakih, Mansour, 2002, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi,(Yogyakarta: Insist Press).

Fakih, Mansour, 1996, Masyarakat Sipil untuk Transformasi Sosial: Pergolakan Ideologi di Dunia LSM Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)

Giddens, Anthony, 2009, Problematika Utama Dalam Teori Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar).

Kristeva, Nur Sayyid Santoso Kristeva, 2015, Manifesto Wacana Kiri (Membentuk Solidaritas Organik Agitasi dan Propaganda Wacana Kiri untuk Kader Inti Ideologis), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar).

Comments